KM, Polandia- Tim Indonesia harus menang melawan Rumania apabila mau
berada pada posisi ke tujuh Homeless World Cup 2013. Para pemain Indonesia yang
diwakili kaum miskin
kota, mantan pengguna obat-obatan terlarang, serta orang
dengan HIV/AIDS ini, kalah oleh Portugal 5-2 (1-0) dalam perebutan posisi ke
lima di Danau Malta, Poznan, Polandia, Sabtu (17/8) malam.
Pelatih Indonesia, Bonsu Hasibuan mengatakan, timnya
sudah melakukan yang terbaik namun pengalaman para pemain Portugal jauh lebih
baik. “Permainan sudah meningkat dibandingkan dengan saat melawan Chile. Tapi
penyelesaian yang kurang matang sehingga tidak jadi gol,” kata dia seusai
pertandingan.
Sebelumnya, Indonesia dikalahkan oleh Chile, juara
bertahan Homeless World Cup 2012 dengan skor 11-3. Menurut Bonsu, para pemain
Amerika Latin seperti Chile memang memiliki kematangan teknik dan kepercayaan
diri yang tinggi saat menguasai bola.
“Ketenangan itu yang belum ada di pemain Indonesia.
Mungkin masih muda sehingga terlalu bersemangat, jadi tidak sabar,” ungkap
Bonsu.
Meski kalah dua kali berturut-turut pada Hari Kemerdekaan
Indonesia ke-68 tahun, para pemain Indonesia ini tetap bisa melemparkan
senyuman kepada tim lain dan penonton yang memenuhi tribun. Justru melalui
senyuman itu, para penonton dan sebagian besar tim peserta Homeless World Cup
2013 mengapresiasi permainan tim Indonesia.
Tidak hanya pemain, wasit-wasit yang datang secara
sukarela untuk bertugas dalam kompetisi ini pun sangat senang dengan tim
Indonesia. Paul Nagiegaal dari Belanda mengatakan, para pemain Indonesia sangat
hebat.
“Mereka selalu berterima kasih buat apapun. Ketika kami meniup peluit
pelanggaran, mereka selalu meminta maaf. Itu baik,” kata Paul.
Sementara itu, Iain McGill, wasit dari Skotlandia
mengungkapkan, para pemain Indonesia bermain bola dengan penuh senyum di
wajahnya. “Ketika bat gol, mereka tersenyum. Tapi saat tim lain membuat gol,
mereka tetap tersenyum,” imbuhnya.
Hal itu, sambung McGill, membawa aura positif dalam
kompetisi sepakbola jalanan yang rutin digelar setiap tahunnya. “Tim itu
mewakili negara. Pelatih yang mendidik para pemain ini pasti luar biasa. Mereka
membawa semangat fairplay sekaligus kesenangan dalam permainan sepakbola,” ujar
McGill.
Mengomentari dua kekalahan beruntun itu, Dimas Saputra
Ramadhan, salah seorang pemain yang berasal dari Jawa Timur memaparkan, dirinya
sama sekali tidak pernah membayangkan akan membawa nama Indonesia dalam
turnamen sepakbola jalanan tingkat internasional.
“Biar kalah tapi saya senang bermain di sini. Masuk
Persebaya saja tidak bisa, tapi sekarang bisa bawa nama Indonesia,” ujar dia.
Menurut Dimas, banyak pelajaran yang dia dapatkan dari
kompetisi sepakbola jalanan buat kamu marjinal ini. Salah satunya saat dia
berbagi cerita dengan pemain Afrika Selatan, Zakes. “Dia anggota geng di sana,
pernah menodong dan melukai orang. Itu pengalaman baru buat saya karena dia mau
berubah melalui kegiatan sepakbola ini. Itu pelajaran yang berharga buat saya,”
ujarnya.
Terkait teknik bermain bola, Dimas mengaku, dapat banyak
pelajaran dari para pemain asal Amerika Latin. “Mereka bisa menguasai bola
dengan tenang. Teknik-tekniknya bisa jadi pembelajaran buat saya. Yang jelas
semua pengalaman di sini sesuatu yang sangat mahal harganya,” kata Dimas lagi.
Semenjak datang ke Poznan, Polandia, tim Indonesia sudah
mendapatkan sambutan dari para pemain negara lain. Selain potongan rambut
Mohawk-nya yang berwarna merah, para pemain Indonesia terbilang paling banyak
menyapa orang.
Padahal, dari delapan pemain, hanya ada dua saja yang
bisa berbahasa Inggris. Meski demikian, sedikitnya tiga pemain Indonesia
termasuk Dimas sudah mendapatkan rekan dari negara lain yang bersedia
menukarkan baju timnya.
Menyoal pertandingan melawan Rumania, Dimas mengaku tidak
terlalu memikirkan hasilnya. Menurut dia, kehadirannya di Homeless World Cup saja
sudah merupakan sebuah pencapaian prestasi baginya. (www.bola.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar